Kamis, 07 Oktober 2010

KISAH DARI NEGERI YANG MENGGIGIL


KISAH DARI NEGERI YANG MENGGIGIL

Jurang perbedaan antara si kaya dan si miskin sampai saat ini belum juga terjembatani. Masih sering kudengar dan kubaca berita-berita memilukan tentang kemiskinan. Dalam kemiskinan, sayangnya anak-anaklah yang paling sering menjadi korban penderitanya. Rasanya sudah banyak contoh yang tersebar di sekeliling kita, sehingga tak perlu lagi aku mengambil salah satunya.

Kemiskinan versus kekayaan, dan kekayaan berkorelasi dengan kekuasaan. Mungkin itulah "dalil" yang dipegang pada saat ini. Begitulah jika uang sudah punya kuasa, maka seringkali hati nurani tak berani bicara. Bukankah sudah banyak bukti yang menguatkan "dalil" tersebut di atas ?
Ada satu puisi yang setiap kali aku membacanya, selalu saja aku tak mampu menahan air mata. Sebuah puisi yang dengan gamblang memotret pedihnya kemiskinan yang ada di negeri kita tercinta ini. Semoga saja puisi ini tidak menggambarkan hati kita yang makin asing dengan nurani....

Kesedihan adalah kumpulan layang-layang hitam yang membayangi dan terus mengikuti hinggap pada kata-kata yang tak pernah sanggup kususun juga untukmu, adik kecil
 
Belum lama kudengar berita pilu yang membuat tangis seakan tak berarti saat para bayi yang tinggal belulang mati dikerumuni lalat karena busung lapar aku bertanya pada diri sendiri benarkah ini terjadi di negeri kami?

Lalu kulihat di televisi ada anak-anak kecil memilih bunuh diri hanya karena tak bisa bayar uang sekolah karena tak mampu membeli mie instan juga tak ada biaya rekreasi 
Beliung pun menyerbu dari berbagai penjuru menancapi hati mengiris sendi-sendi diri sampai aku hampir tak sanggup berdiri sekali lagi aku bertanya pada diri sendiri benarkah ini terjadi di negeri kami?

Lalu kudengar episodemu adik kecil Pada suatu hari yang terik nadimu semakin lemah tapi tak ada uang untuk ke dokter atau membeli obat sebab ayahmu hanya pemulung kaupun tak tertolong

Ayah dan abangmu berjalan berkilo-kilo tak makan, tak minum sebab uang tinggal enam ribu saja mereka tuju stasiun sambil mendorong gerobak kumuh kau tergolek di dalamnya berselimut sarung rombengan pias terpejam kaku

Airmata bercucuran peluh terus bersimbahan Ayah dan abangmu akan mencari kuburan tapi tak akan ada kafan untukmu tak akan ada kendaraan pengangkut jenazah hanya matahari mengikuti memanggang luka yang semakin perih tanpa seorang pun peduli aku pun bertanya sambil berteriak pada diri benarkah ini terjadi di negeri kami?

Tolong bangunkan aku, adinda biar kulihat senyummu katakan ini hanya mimpi buruk ini tak pernah terjadi di sini sebab ini negeri kaya, negeri karya. Ini negeri melimpah, gemerlap. Ini negeri cinta

Ah, tapi seperti duka aku pun sedang terjaga sambil menyesali mengapa kita tak berjumpa, Adinda dan kau taruh sakit dan dukamu pada pundak ini

Di angkasa layang-layang hitam semakin membayangi kulihat para koruptor menarik ulur benangnya sambil bercerita tentang rencana naik haji mereka untuk ketujuh kalinya

Aku putuskan untuk tak lagi bertanya pada diri, pada ayah bunda, atau siapa pun sementara airmata menggenangi hati dan mimpi.

aku memang sedang berada di negeriku yang semakin pucat dan menggigil

Tidak ada komentar:

Posting Komentar